Klik "ide judul blog" untuk membaca tulisan ide dari judul blog...

Selasa, 02 Juli 2019

MENEMUKAN SESUATU YANG TIDAK DICARI

Sumber foto: https://tempatwisataseru.com/tempat-wisata-di-probolinggo-jawa-timur/


Pendahuluan

Waktu itu, saya sedang beres-beres di Lab Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Unhas, merapikan arsip-arsip yang berantakan, mengklasifikasinya, agar dapat disimpan dengan baik. Untuk dapat mengklasifikasi arsip, tentu terlebih dahulu dilakukan identifikasi, sehingga setiap arsip yang ditemukan harus dibaca, dan untuk menghemat waktu, arsip tersebut harus dibaca sekilas saja (membaca cepat). Pada waktu mengidentifikasi arsip-arsip itu, saya menemukan sebuah buku tua, kusam, berukuran kecil, dan cukup tipis. 

Lembar pertama buku itu bertuliskan “Kepada : PEGAWAI INDONESIA”. Kata-kata tersebut tentu saja belum cukup untuk dapat mengidentifikasinya. Sayapun membalik lembar selanjutnya. Lembar kedua adalah Prakata (Kata Pengantar). Saya lalu membalik lagi ke lembar selanjutnya, lembar ketiga, dan pada lembar tersebutlah, saya dikejutkan oleh sebuah kalimat yang bunyinya seperti ini: 

“Pedjabat jang setiap hari melembur tidaklah membuktikan bahwa ia radjin, melainkan menundjukkan bahwa ia tidak efisien.” – TLG – 

Karena kalimat itu, saya jadi tertarik dengan buku tua itu dan ingin membacanya sampai tuntas. Bagaimana tidak, di lingkungan kerjaku, lembur adalah sesuatu yang keren, dan pegawai yang lembur adalah pegawai teladan. Tapi, buku ini memberikanku pandangan yang berbeda mengenai lembur. Saat itu, saya tidak langsung membaca buku tersebut, karena harus fokus untuk tetap melanjutkan pekerjaan mengklasifikasi arsip. Buku tersebut kusimpan untuk kubaca nanti. 

Sepulang kerja, saya lalu memasukkan kegiatan membaca buku tersebut ke dalam jadwal mingguanku. Buku tersebut, tidak kubaca sekaligus, melainkan secara berangsur-angsur. Berkat perencanaan yang telah kubuat, saya dapat selesai membacanya. Akhirnya, setelah membaca bukunya, muncullah ide untuk membagikan apa yang penulis dapatkan dari buku tersebut dan tulisan ini merupakan media dari ide tersebut.

Struktur Buku

Tidak tahu siapa penulisnya, tidak tahu judul bukunya, tidak tahu kapan terbit dan siapa penerbitnya. Semua itu karena bukunya telah kehilangan sampul dan halaman depan. Buku tersebut adalah buku tua karena masih menggunakan Bahasa Indonesia zaman dulu. Subyek buku tersebut adalah membahas perihal Efisiensi dalam Bekerja. Namun setelah membaca buku yang tidak ditahu judulnya ini, penulis dapat berasumsi bahwa penulis bukunya adalah The Liang Gie. Pasalnya, hampir setiap bab selalu diawali dengan kalimat kutipan dari The Liang Gie yang disingkat dengan TLG. 

Dari segi fisik, buku tersebut berukuran 18,2 x 12,6 cm, ketebalan 89 halaman, dan dijilid dengan menggunakan benang. Model jilid seperti itu sepertinya sudah tidak ditemukan lagi di zaman sekarang. Dari segi isi, bukunya terdiri dari 10 bab, dan tiap bab diawali dengan kalimat kutipan. Berikut uraiannya: 

BAB I ARTI EFISIENSI 
“Pedjabat jang setiap hari melembur tidaklah membuktikah bahwa ia radjin, melainkan menundjukkan bahwa ia tidak efisien." ---TLG--- 

BAB II SJARAT-SJARAT BEKERDJA EFISIEN 
“Tidak setiap perubahan akan membawa perbaikan, tapi tanpa perubahan takkan ada perbaikan. Dan untuk mengadakan perubahan itu dibutuhkan keberanian." ---TLG--- 

BAB III PEDOMAN-PEDOMAN BEKERDJA EFISIEN 
“Bekerdja keras sadja belum tentu memberikan hasil. Jang akan lebih berhasil ialah bekerdja setjara efisien menurut pedoman-pedoman jang baik." ---TLG--- 

BAB IV KEADAAN SEKELILING JANG EFISIEN 
“Bukan kita jang harus menjesuaikan diri dengan keadaan sekeliling, melainkan keadaan sekelilinglah jang harus dibuat agar sesuai untuk kebutuhan kita." ---TLG--- 

BAB V ALAT-ALAT UNTUK BEKERDJA EFISIEN 
“Manusia adalah binatang jang mempergunakan alat …. Tanpa alat ia tak dapat berbuat apa-apa, dengan alat ia dapat berbuat segala apa.”
(Man is a tool-using animal …. Without tools he is nothing, with tools he is all). ---Thomas Carlyle--- 

BAB VI PENGGUNAAN WAKTU 
“Pedjabat jang tak efisien akan kekurangan waktu untuk menjelesaikan pekerdjaannja. Pedjabat jang efisien akan kekurangan pekerdjaan untuk menghabiskan waktunja.” ---TLG--- 

BAB VII PENGHEMATAN GERAK 
“Pedjabat efisien jang dapat menghemat gerak dikantor akan mempunjai tjukup kelebihan tenaga untuk beladjar dirumah. Dan pengetahuan jang diperolehnja itu dapat membuatnja mendjadi pedjabat jang semakin efisien.” ---TLG--- 

BAB VIII TJARA MENGHADAPI TUMPUKAN SURAT 
“Pedjabat jang efisien akan berenang di atas arus surat. Pedjabat jang tak efisien akan tenggelam dalam lautan surat.” ---TLG--- 

BAB IX TJARA MEMETJAHKAN MASALAH 
“Masalah jang dirumuskan setjara baik adalah sudah separo terpetjahkan.
(The problem well started is half solved). ---John Dewey--- 

BAB X MEMPERKEMBANGKAN DIRI 
“Pedjabat jang efisien takkan mengeluh walaupun banjak jang harus dikerdjakannja. Pedjabat jang tak efisien akan mengeluh walaupun sedikit jang dikerdjakannja.” ---TLG---

Tanggapan Penulis

Setelah membaca buku tersebut, penulis berkesimpulan bahwa buku ini adalah buku yang bagus, dan merupakan sesuatu yang penulis butuhkan selama ini, namun tidak dicari. Ini pula yang menginspirasiku untuk memberi judul tulisan ini: “Menemukan Sesuatu yang tidak Dicari.” 

Sebelum membaca buku ini, penulis memiliki pemahaman efisiensi yang sempit. Efisien itu hanyalah menyangkut persoalan waktu saja. Bagaimana cara agar dapat bekerja dengan benar. Namun buku ini memberikan pemahaman efisien yang terperinci. Efisien tidak hanya menyangkut soal penghematan waktu saja, melainkan juga menyangkut soal sumberdaya-sumberdaya lainnya: tenaga, benda dan ruang. Hal tersebutlah yang tidak terpikirkan oleh penulis sebelumnya, terutama soal penghematan tenaga. Contohnya adalah seorang pelayan di sebuah restoran yang sedang mengantarkan pesanan. Untuk menghemat tenaganya, ia menggunakan penampan agar dapat membawa pesanan lebih banyak, sehingga dapat diantarkan di beberapa meja pelanggan hanya dalam sekali jalan. Jika tidak demikian, ia akan bolak-balik, dan tentunya hal tersebut lebih menguras tenaganya. 

Dalam bekerja, penulis tidak mempertimbangkan persoalan penghematan tenaga, hanya memikirkan bagaimana cara agar tujuan pekerjaan dapat tercapai. Hal tersebut tentunya dapat membuat sebuah pekerjaan lebih lama dikerjakan dan lebih menguras banyak tenaga. Padahal dengan berpikir efisien, pekerjaan yang dulunya diselesaikan dalam waktu satu minggu, kini dapat diselesaikan dalam waktu tiga hari saja. Pekerjaan yang dulunya diselesaikan dalam waktu satu hari, kini dapat diselesaikan dalam waktu setengah hari saja. Berpikir efisien akan memberikan perbedaan yang signifikan. 

Efisien adalah perbandingan terbalik antara usaha dan hasil. Suatu usaha dapat dikatakan efisien kalau usaha yang dilakukan adalah usaha yang minimun, namun memberikan hasil yang maksimum dari segi kuantitas ataupun kualitas. Jika usaha yang dilakukan walaupun mencapai hasil yang maksimum, namun banyak memboroskan sumberdaya (waktu, tenaga, benda atau ruang), maka usaha tersebut belum dapat dikatakan efisien. Berikut ilustrasinya:


Pada Ilustrasi A, Jika usaha yang dilakukan mencapai hasil c, maka usaha tersebut belum dapat dikatakan efisien, melainkan usaha yang biasa-biasa saja. Hasil b adalah usaha yang masih lebih baik dari hasil c. Di antara ketiganya, hasil a adalah hasil yang terbaik, sehingga usahanya dapat dikatakan usaha yang efisien.


Pada ilustrasi B, jika usaha yang dilakukan mencapai hasil X, maka usaha tersebut dapat dikatakan usaha yang efisien, tapi dengan syarat usaha yang dilakukan adalah yang paling minimum seperti lingkaran a. Jika usaha yang dilakukan adalah sebesar lingkaran c (memboros sumberdaya: waktu, tenaga, benda dan ruang), walaupun hasil yang dicapai maksimum (X), maka usaha tersebut masih belum dapat dikatakan efisien. Seperti itulah gambaran efisiensi dari buku ini. 

Faktor yang membuat pegawai A lebih efisien dari pegawai B adalah cara bekerjanya. Misalnya saja, pegawai A dan B masing-masing diberi waktu 1 jam untuk mengetik. Si A dapat mengetik 4 laporan dalam waktu 1 jam, sedangkan si B hanya dapat mengetik 2 laporan. Apa yang menyebabkan perbedaan antara keduanya? Jawabannya adalah cara kerja. Pegawai A menggunakan cara bekerja efisien, sedangkan si B tidak.

Kritik Penulis terhadap Buku

Walaupun buku ini adalah buku bagus, namun terdapat satu hal yang penulis ingin kritik. Dalam buku ini, penulisnya membandingkan antara efisiensi dan efektivitas, dan perbandingan tersebutlah yang membuat saya tidak sepakat. Seolah efisiensi lebih penting dari efektifitas. Efektivitas adalah mengerjakan hal-hal yang benar, sedangkan efisiensi adalah mengerjakan hal-hal dengan benar. Dari kedua pengertian tersebut, maka hal yang pertama seharusnya dipikirkan adalah soal efektivitas atau pekerjaan-pekerjaan apa yang benar untuk dikerjakan. Setelah itu terjawab, maka barulah persoalan efisiensi dipikirkan, yaitu bagaimana mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang benar tersebut dengan benar. Jadi, kita tidak dapat berpikir soal efisiensi dulu sebelum berpikir soal efektifitas.

Sabtu, 11 Mei 2019

EMPAT KEBUTUHAN DASAR MANUSIA YANG MESTI TERPENUHI

Menurut Aristoteles, manusia adalah hewan yang berakal. Pernyataan tersebut mengandung makna manusia memiliki persamaan dengan hewan yang salah satunya adalah hawa nafsu. Namun yang memisahkannya dari dunia hewan adalah satu hal, yaitu akal. Manusia memiliki akal, sedangkan hewan tidak memilikinya.

Berbicara mengenai manusia, maka terdapat satu hal yang menjadi bagian dari dirinya, yaitu kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar manusia ada empat yang terkandung dalam sebuah frasa: “To Live, To Love, To Learn, To Leave a Legacy”. To Live atau “untuk hidup” adalah kebutuhan dasar kita yang berhubungan dengan bidang fisik, seperti kesehatan, uang, tempat perlindungan, pakaian, dan kebutuhan biologis. To Love atau “untuk mencintai” adalah kebutuhan dasar kita yang berhubungan dengan bidang sosial. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan satu sama lain demi keberlangsungan hidupnya. Penelitian terkini mengenai neuroscience (ilmu tentang saraf) menemukan bahwa otak kita tercipta untuk saling berhubungan satu sama lain (baca lebih lanjut dalam buku Kecerdasan Sosial, penulis Daniel Goleman). Dalam otak kita juga terdapat bagian-bagian yang khusus menangani persoalan-persoalan sosial yang masih perlu untuk dieksplor lebih lanjut oleh para peneliti neuroscience. 

To Learn atau “untuk belajar” adalah kebutuhan dasar kita yang menyangkut bidang mental, yaitu untuk bertumbuh dan berkembang. Belajar adalah kebutuhan, olehnya itu belajar adalah seumur hidup. Dengan belajar, kita berkembang, tidak stagnan, sehingga ada kepuasan mental yang dirasakan. To Leave A Legacy atau “untuk meninggalkan warisan” adalah kebutuhan kita yang menyangkut bidang spiritual, seperti melakukan kontribusi. Melakukan kontribusi adalah kebutuhan kita, agar kita memiliki perasaan berarti dalam diri kita, dan agar kita dikenang. Usia kita memang singkat, hanyalah sekitar 65-an tahun. Akan tetapi, benarkah usia kita sesingkat itu? 

Penulis jadi teringat dengan sebuah film. Dalam film tersebut, ada seorang dokter yang memiliki impian ingin menumbuhkan bunga sakura di daerah yang sangat dingin dan bersalju. Iapun menghabiskan waktu hidupnya selama 30 tahun untuk melakukan penelitian yang pada akhirnya berhasil. Bersamaan dengan keberhasilannya itu, iapun mendapat berita bahwa semua dokter-dokter di dalam istana kerajaan sedang menderita sakit. Iapun menuju istana kerajaan, dan sebelum menuju ke istana, ia sempat menitipkan bibit-bibit bunga sakura hasil penelitiannya ke seorang sahabatnya untuk di suatu kelak nanti ditumbuhkan di daerah dingin tersebut. Sesampainya di istana kerajaan, ia pada akhirnya baru menyadari bahwa berita itu hanyalah kebohongan semata, dan merupakan taktik raja agar sang dokter menampakkan diri untuk kemudian ingin dieksekusi. Menanggapi itu, sang dokter mengatakan: “syukurlah, tidak ada yang sakit”. Iapun melanjutkan perkataannya:

“Menurut kalian kapan seorang manusia mati?”

“Ketika peluru dari senapan menembus jantungnya?”

“Bukan”

“Ketika dia terserang penyakit mematikan?”

“Bukan”

“Ketika dia memakan sup jamur beracun?”

“Bukan”

“Seseorang akan mati, ketika orang-orang melupakannya…”

Kematiannya pun ditutup dengan perkataan: 

“Aku mengalami hidup yang menyenangkan!”

Walaupun dokter tersebut telah mati, tapi ia masih hidup di dalam hati orang-orang karena hasil penelitiannya, bunga sakura yang telah tumbuh di daerah dingin, yang telah ditumbuhkan oleh sahabatnya itu. Kurang lebih, seperti itulah makna kontribusi, yang merupakan bagian dari kebutuhan dasar kita sebagai manusia. 

Jadi, kesimpulannya kita memiliki empat dimensi dalam hidup ini, yang keempatnya mesti dipenuhi, yaitu kebutuhan dalam dimensi fisik, sosial, mental, dan spiritual. Jika salah satu dari keempat kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka kita akan mengalami kehampaan, dan jika terpenuhi maka kita mengalami hidup yang berkualitas. 

Keempat kebutuhan tersebut, harus terpenuhi secara seimbang, tidak dapat hanya satu, dua, atau tiga saja, melainkan harus keempat-empatnya terpenuhi. Hal ini selaras dengan ajaran Islam, yang mengajarkan keseimbangan dalam hidup. Islampun tidak mengajarkan kita hanya untuk memikirkan persoalan akhirat, praktisnya hanya untuk beribadah di masjid saja. Di situlah letak tantangannya, yaitu cara memenuhi keempat kebutuhan tersebut secara seimbang.

Kita tidak boleh mengisi hidup kita hanya untuk bersosialisasi terus menerus dan mengabaikan ketiga dimensi lainnya. Kita tidak boleh juga mengisi hidup kita hanya untuk belajar terus-menerus dan mengabaikan ketiga dimensi lainnya. Kita juga tidak boleh mengisi hidup kita hanya untuk uang sebagai kebutuhan kita, dan mengabaikan ketiga dimensi lainnya. Keempatnya harus terpenuhi secara seimbang.

Sekian dari penulis. Penulis bukanlah orang yang sempurna, dan belum tentu pula mampu memenuhi keempat kebutuhan dasar secara seimbang. Butuh kepemimpinan dari dalam diri untuk menyeimbangkannya. Tulisan ini dibuat hanya untuk satu tujuan, yaitu untuk berbagi. Semoga apa yang dibagikan ini bermanfaat bagi para pembaca. Wassalam.