Sumber Foto: https://livejapan.com/id/article-a0000283/ |
Menurut Aristoteles, manusia adalah hewan yang berakal. Pernyataan tersebut mengandung makna manusia memiliki persamaan dengan hewan yang salah satunya adalah hawa nafsu. Namun yang memisahkannya dari dunia hewan adalah satu hal, yaitu akal. Manusia memiliki akal, sedangkan hewan tidak memilikinya.
Berbicara mengenai manusia, maka terdapat satu hal yang menjadi bagian dari dirinya, yaitu kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar manusia ada empat yang terkandung dalam sebuah frasa: “To Live, To Love, To Learn, To Leave a Legacy”. To Live atau “untuk hidup” adalah kebutuhan dasar kita yang berhubungan dengan bidang fisik, seperti kesehatan, uang, tempat perlindungan, pakaian, dan kebutuhan biologis. To Love atau “untuk mencintai” adalah kebutuhan dasar kita yang berhubungan dengan bidang sosial. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan satu sama lain demi keberlangsungan hidupnya. Penelitian terkini mengenai neuroscience (ilmu tentang saraf) menemukan bahwa otak kita tercipta untuk saling berhubungan satu sama lain (baca lebih lanjut dalam buku Kecerdasan Sosial, penulis Daniel Goleman). Dalam otak kita juga terdapat bagian-bagian yang khusus menangani persoalan-persoalan sosial yang masih perlu untuk dieksplor lebih lanjut oleh para peneliti neuroscience.
To Learn atau “untuk belajar” adalah kebutuhan dasar kita yang menyangkut bidang mental, yaitu untuk bertumbuh dan berkembang. Belajar adalah kebutuhan, olehnya itu belajar adalah seumur hidup. Dengan belajar, kita berkembang, tidak stagnan, sehingga ada kepuasan mental yang dirasakan. To Leave A Legacy atau “untuk meninggalkan warisan” adalah kebutuhan kita yang menyangkut bidang spiritual, seperti melakukan kontribusi. Melakukan kontribusi adalah kebutuhan kita, agar kita memiliki perasaan berarti dalam diri kita, dan agar kita dikenang. Usia kita memang singkat, hanyalah sekitar 65-an tahun. Akan tetapi, benarkah usia kita sesingkat itu?
Penulis jadi teringat dengan sebuah film. Dalam film tersebut, ada seorang dokter yang memiliki impian ingin menumbuhkan bunga sakura di daerah yang sangat dingin dan bersalju. Iapun menghabiskan waktu hidupnya selama 30 tahun untuk melakukan penelitian yang pada akhirnya berhasil. Bersamaan dengan keberhasilannya itu, iapun mendapat berita bahwa semua dokter-dokter di dalam istana kerajaan sedang menderita sakit. Iapun menuju istana kerajaan, dan sebelum menuju ke istana, ia sempat menitipkan bibit-bibit bunga sakura hasil penelitiannya ke seorang sahabatnya untuk di suatu kelak nanti ditumbuhkan di daerah dingin tersebut. Sesampainya di istana kerajaan, ia pada akhirnya baru menyadari bahwa berita itu hanyalah kebohongan semata, dan merupakan taktik raja agar sang dokter menampakkan diri untuk kemudian ingin dieksekusi. Menanggapi itu, sang dokter mengatakan: “syukurlah, tidak ada yang sakit”. Iapun melanjutkan perkataannya:
“Menurut kalian kapan seorang manusia mati?”
“Ketika peluru dari senapan menembus jantungnya?”
“Bukan”
“Ketika dia terserang penyakit mematikan?”
“Bukan”
“Ketika dia memakan sup jamur beracun?”
“Bukan”
“Seseorang akan mati, ketika orang-orang melupakannya…”
Kematiannya pun ditutup dengan perkataan:
“Aku mengalami hidup yang menyenangkan!”
Walaupun dokter tersebut telah mati, tapi ia masih hidup di dalam hati orang-orang karena hasil penelitiannya, bunga sakura yang telah tumbuh di daerah dingin, yang telah ditumbuhkan oleh sahabatnya itu. Kurang lebih, seperti itulah makna kontribusi, yang merupakan bagian dari kebutuhan dasar kita sebagai manusia.
Jadi, kesimpulannya kita memiliki empat dimensi dalam hidup ini, yang keempatnya mesti dipenuhi, yaitu kebutuhan dalam dimensi fisik, sosial, mental, dan spiritual. Jika salah satu dari keempat kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka kita akan mengalami kehampaan, dan jika terpenuhi maka kita mengalami hidup yang berkualitas.
Keempat kebutuhan tersebut, harus terpenuhi secara seimbang, tidak dapat hanya satu, dua, atau tiga saja, melainkan harus keempat-empatnya terpenuhi. Hal ini selaras dengan ajaran Islam, yang mengajarkan keseimbangan dalam hidup. Islampun tidak mengajarkan kita hanya untuk memikirkan persoalan akhirat, praktisnya hanya untuk beribadah di masjid saja. Di situlah letak tantangannya, yaitu cara memenuhi keempat kebutuhan tersebut secara seimbang.
Kita tidak boleh mengisi hidup kita hanya untuk bersosialisasi terus menerus dan mengabaikan ketiga dimensi lainnya. Kita tidak boleh juga mengisi hidup kita hanya untuk belajar terus-menerus dan mengabaikan ketiga dimensi lainnya. Kita juga tidak boleh mengisi hidup kita hanya untuk uang sebagai kebutuhan kita, dan mengabaikan ketiga dimensi lainnya. Keempatnya harus terpenuhi secara seimbang.
Sekian dari penulis. Penulis bukanlah orang yang sempurna, dan belum tentu pula mampu memenuhi keempat kebutuhan dasar secara seimbang. Butuh kepemimpinan dari dalam diri untuk menyeimbangkannya. Tulisan ini dibuat hanya untuk satu tujuan, yaitu untuk berbagi. Semoga apa yang dibagikan ini bermanfaat bagi para pembaca. Wassalam.