Sumber foto: http://blog.ryan-collection.com/?p=3328 |
Pendahuluan
Dalam masalah penyebaran wabah, terdapat sebuah istilah yang menarik, yaitu pasien 0. Istilah tersebut sebenarnya berawal dari sebuah kesalahpahaman yang terjadi pada saat wabah HIV. Pada saat itu, karena kesalahan baca, istilah pasien 0 yang dimaksud adalah pasien o (bukan angka nol melainkan huruf “o”) yang kepanjangannya adalah pasien “outside”. Kesalahan tersebut pun bertahan hingga saat ini. Pasien 0 sendiri adalah orang yang pertama kali terjangkit wabah.
Untuk kasus sebuah pandemik, apalagi pandemik global seperti yang terjadi saat ini, maka tentulah sangat sulit untuk mengidentifikasi siapa pasien 0 dan para peneliti pun belum dapat mengidentifikasinya hingga saat ini. Sejauh yang kita ketahui bersama bahwa wabah COVID-19 berawal dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Negara Cina. Kemudian menyebar hingga hampir ke seluruh permukaan bumi.
Berbeda halnya dengan wabah virus Ebola yang terjadi pada tahun 2014 lalu di beberapa negara di dunia. Virus tersebut belum dapat dikategorikan sebagai pandemik global karena hanya mewabah di beberapa negara saja, seperti: Afrika, Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, dan beberapa negara lainnya. Mungkin istilah yang tepat untuk kasus itu adalah pandemik benua, satu tingkat ke bawah dari pandemik global. Implikasinya adalah walaupun pasien 0 sulit diidentifikasi, tapi masih memungkinkan dan para peneliti pun dapat mengidentifikasinya pada saat itu, yaitu seorang anak di Guinea yang diduga terinfeksi pada saat bermain di sebuah pohon yang merupakan sarang kelelawar.
Mengetahui siapa pasien 0 adalah hal yang penting dalam ilmu pengetahuan, karena dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang meliputi: kapan, mengapa, dan bagaimana suatu wabah dapat bermula. Tapi di sisi lain, memiliki dampak negatif. Seseorang yang teridentifikasi sebagai pasien 0 bisa dianggap sebagai “biang kerok” atau pembawa masalah oleh masyarakat. Oleh karenanya, beberapa ilmuwan tidak suka dengan istilah tersebut, dan oleh karenanya pula dalam tulisan ini penulis tidak menggunakan istilah pasien 0.
Awal Masuk Virus Corona di Indonesia
Senin, 2 Maret 2020, Presiden Jokowi mengumumkan kasus pertama Virus Corona di Indonesia, yaitu dua orang perempuan yang memiliki hubungan ibu dan anak, warga Depok, Jawa Barat. Keduanya diberi istilah dengan pasien 1 dan pasien 2. Pasien 1 bernama Sita Tyasutami, berumur 31 tahun, yang merupakan penari professional atau guru dansa; dan pasien 2 (ibunya) bernama Maria Darmaningsih, berumur 64 tahun, Dosen Tari di Institut Kesenian Jakarta.
Kejadiannya bermula pada tanggal 14 Februari 2020. Saat pasien 1 melakukan kontak fisik dengan WN (Warga Negara) Jepang, seorang perempuan berusia 41 tahun yang bekerja (berdomisili) di Malaysia sejak 14 Februari 2020, yang merupakan teman dekat pasien 1. Kontak fisik yang dimaksud adalah berdansa. Dua hari kemudian, tanggal 16 Februari 2020, pasien 1 mengalami batuk-batuk sehingga membawa dirinya ke rumah sakit terdekat. Mungkin karena dianggap batuk biasa, pasien 1 diperbolehkan pulang dan mengalami rawat jalan. Namun, batuk yang dideritanya tidak kunjung sembuh, sehingga pada tanggal 26 Februari 2020, ia dirujuk ke sebuah rumah sakit. Pada saat itulah, batuk yang dideritanya disertai dengan sesak napas.
Tanggal 28 Februari 2020, pasien 1 mendapatkan telepon dari temannya (WN Jepang) di Malaysia bahwa temannya tersebut telah dinyatakan positif Corona. Mendengar berita tersebut, pasien 1 lalu memberitahukan informasi tersebut ke perawat rumah sakit.
Kasus WN Jepang tersebut merupakan kasus ke-24 di Malaysia, yang telah dirawat di rumah sakit sejak 17 Februari 2020. Tes dilakukan pada tanggal 20 Februari 2020, dan hasilnya baru dikonfirmasi positif Corona pada tanggal 27 Februari 2020, 1 hari sebelum ia menelepon pasien 1.
Menanggapi pemberitahuan dari pasien 1, pihak rumah sakit lalu memasukkan pasien 1 dalam status pemantauan. Hingga pada akhirnya, pasien dinyatakan positif Corona pada tanggal 1 Maret 2020. Tidak hanya ia, ibunya pun dinyatakan positif Corona. Selanjutnya, pasien dibawa ke Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta Utara. Setelah kejadian ini, pemerintah membentuk tim khusus untuk melakukan tracing, untuk mengetahui siapa-siapa saja yang telah melakukan kontak dengan pasien 1. Karena orang-orang yang telah melakukan kontak dengan pasien 1, kemungkinan besarnya juga tertular Virus Corona.
Pengumuman kembali dikeluarkan oleh pemerintah pada tanggal 6 Maret 2020 mengenai kasus penginfeksian virus Corona, yaitu 2 orang: pasien 3 dan pasien 4. Informasi tersebut merupakan hasil tracing dari pasien 1, oleh tim khusus yang telah dibentuk oleh pemerintah sebelumnya. Pasien 3 adalah Ratri Anindyajati, seorang wanita berusia 33 tahun, kakak pasien 1.
Tanggal 2 Maret 2020, pasien 3 diperiksa dan hasilnya adalah negative Corona. Dua hari kemudian, tanggal 4 Maret 2020, pasien ketiga dipanggil kembali untuk diperiksa ulang, dan hasilnya adalah positif Corona. Pasien 3 ini dirawat di RSPI Sulianto Saroso sejak 4 Maret 2020. Kemudian pada Senin (16 Maret 2020), pasien 3, pasien 1 dan pasien 2 diperbolehkan pulang dari rumah sakit karena dinyatakan sudah sembuh. Selanjutnya, pasien keempat adalah seseorang yang berusia 34 tahun dan jenis kelamin tidak disebutkan.
Tanggal 8 Maret 2020, pemerintah kembali mengumumkan kasus 5 Virus Corona, yaitu pasien 5, seorang laki-laki berumur 55 tahun. Kasus ini merupakan hasil tracing dari pasien 1. Baik kasus 1, 2, 3 dan 4 dan 5 semuanya di Jakarta.
Tanggal 9 Maret 2020, pemerintah mengumumkan lagi kasus Virus Corona, yaitu jumlah orang yang terinfeksi mencapai 19 orang. Kasus 6 atau pasien 6 bukan merupakan hasil tracing dari kasus awal. Ia adalah seorang laki-laki berumur 36 tahun, yang merupakan ABK (Anak Buah Kapal) kapal pesiar Diamond Princess, di Jepang yang sempat di karantina di Yokohama, pada bulan Februari. Kasus 6 ini adalah imported case, yakni Warga Negara Indonesia (WNI) yang kasus penularannya terjadi di luar Indonesia. Pasien 7 dan 8 adalah pasangan suami istri. Pasien 7 adalah seorang perempuan, berumur 59 tahun diketahui baru pulang dari luar negeri. Dengan begitu, kasus 7 ini merupakan imported case pula. Pasien 8 adalah suaminya yang berusia 56 tahun, tertular dari istrinya. Pasien 9 adalah seorang perempuan berusia 55 tahun yang baru datang dari luar negeri. Ini juga merupakan Imported case.
Pasien 10, 11, dan 12, merupakan hasil tracing dari pasien 1. Pasien 10, seorang laki-laki berusia 29 tahun, dan pasien 11 seorang perempuan berusia 54 tahun. Keduanya adalah Warga Negara Asing (WNA), yang tidak disebutkan asal negaranya. Selanjutnya, pasien 12 adalah seorang laki-laki berumur 31 tahun.
Pasien 13 adalah seorang perempuan berusia 16 tahun, masih ada hubungannya dengan pasien 3. Pasien 14, seorang laki-laki berusia 50 tahun, dan pasien 15 seorang perempuan berusia 34 tahun (namun di salah satu sumber lain mengatakan berusia 43 tahun). Pasien atau kasus 14 dan 15 adalah imported case. Pasien 16, adalah seorang perempuan berusia 17 tahun yang masih ada kaitannya dengan kasus 15.
Selanjutnya pasien 17, 18 dan 19 semuanya adalah laki-laki yang secara berurutan berusia 56 tahun, 55 tahun, dan 40 tahun. Ketiganya diketahui baru bepergian di negara yang memang sudah terinfeksi virus Corona. Dengan begitu, kasus untuk ketiga pasien ini adalah imported case.
Tanggal 10 Maret 2020, pemerintah kembali mengumumkan jumlah positif corona di Indonesia bertambah 8 orang (2 orang WNA, dan 6 orang WNI), sehingga total menjadi 27 orang. Pasien 20 adalah WNI. Pasien 21 juga WNI, dari Jakarta. Pasien 22 merupakan seorang perempuan berusia 36 tahun yang masuk dalam imported case. Pasien 23 adalah seorang perempuan berusia 73 tahun yang masuk dalam imported case. Pasien 24 adalah seorang laki-laki berusia 46 tahun, WNI. Pasien 25 adalah seorang perempuan berusia 53 tahun, WNA dan masuk dalam kategori imported case. Pasien 26 adalah seorang laki-laki berusia 46 tahun. Terkahir, pasien 27 adalah seorang laki-laki berusia 33 tahun.
Untuk lebih mudahnya, berikut bagannya:
Dibuat oleh: Lukman Hakim |
Dibuat oleh: Lukman Hakim |
Prediksi Sebelumnya
Sebelumnya, Dr. Nuning Nuraini, Kamal Khairudin S., dan Dr. Mochamad Apri S, ilmuwan dari Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi (P2MS), Institut Teknologi Bandung (ITB) telah melakukan prediksi bahwa puncak wabah di Indonesia berada pada pertengahan April, tepatnya 12 April 2020 dengan jumlah kurang lebih 8.000 kasus. Prediksi tersebut diberitakan pada tanggal 18 Maret 2020 melalui website https://www.itb.ac.id/.
Prediksi tersebut didasarkan pada pembuatan model, pengembangan dari model Richard’s Curve (kurva Richard), yang diperkenalkan oleh F.J Richards. Model kurva tersebut dipilih karena terbukti memberi hasil yang baik sebelumnya, yaitu pada kasus endemik SARS di Hong Kong pada tahun 2003. Sekarang adalah 23 April 2020, dan jumlah positif Corona di Indonesia sebanyak 7.418 kasus. Dengan begitu, prediksi yang dibuat oleh Dr. Nuning beserta rekannya bisa dibilang hampir tepat. Berikut kurva yang dimaksud:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar