Sumber gambar: University of Harvard
Ada banyak pengertian paradigma menurut para ahli. Tapi katanya, paradigma itu berasal dari bahasa Yunani, digunakan dalam istilah ilmiah. Saat ini, kata paradigma digunakan secara umum. Mengutip sebuah defenisi, seperti halnya defenisi paradigma, haruslah dengan cara berfikir historis yaitu dengan mencari asal kata tersebut untuk menghormati orang yang telah menemukan kata tersebut. Tapi, untuk tujuan tulisan ini, maka dalam tulisan ini paradigma didefenisikan sebagai gambaran tentang dunia.
Teringat dengan Oprah Winfrey yang mengatakan bahwa untuk merubah kehidupan kita, maka kita harus merubah sikap kita. Hal tersebut memang benar, tapi Stephen R Covey mengatakan hal yang paling mendasar dalam kehidupan kita adalah paradigma. Oleh karena itu, untuk merubah kehidupan kita, maka hal yang harus dirubah adalah paradigma. Paradigma adalah dasar dari sebuah sikap atau tindakan. Inilah yang menggerakkan kita. Inilah yang membuat kita menyalahkan kondisi saat kita dalam kesulitan. Inilah yang membuat kita proaktif ketika kita dalam kesulitan.
Tiap orang memiliki paradigma yang berbeda-beda terhadap dunia. Hal tersebutlah yang unik dari hidup ini. Kita boleh berbeda paradigma akan tetapi kita tidak boleh mengatakan bahwa paradigma sayalah yang benar. Kita hanya dapat mempertahankan paradigma kita dengan tetap terbuka terhadap paradigma orang lain.
Ada sebuah fakta yang unik mengenai paradigma. Fakta ini terjadi pada abad pertengahan, mengenai penyakit. Pada kala itu, orang-orang memiliki paradigma bahwa penyebab penyakit berada di dalam darah. Oleh karena itu, jika seseorang menderita sebuah penyakit, maka keluarkan darahnya dengan cara disedot. Bagaimanakah jadinya jika paradigma tersebut masih digunakan hingga abad ini. Bagaimanakah jadinya jika darah di dalam tubuh terlalu banyak disedot. Masa setelahnya, paradigma mengenai penyakit berubah melalui sebuah penemuan ilmiah. Penyebab penyakit adalah kuman. Paradigma tersebutlah yang mengubah tindakan para dokter dalam menangani pasiennya. Para dokter tidak lagi menyedot darah jika seseorang sakit.
Hal tersebut diistilahkan dengan perubahan paradigma oleh Thomas Kuhn. Ia memperlihatkan bahwa hampir setiap penemuan penting (seperti halnya penemuan kuman di atas) berawal dari pemutusan terhadap paradigma lama. Mari kita mengambil sebuah contoh lagi pada masa kejayaan Kristen. Pada masa berkuasanya gereja terhadap sebuah negara. Sebelumnya, paradigma terhadap alam semesta adalah pusat alam semesta adalah bumi. Namun, timbul paradigma baru yang diciptakan oleh Copernicus. Ia mengatakan bahwa pusat alam semesta adalah matahari. Paradigma baru tersebut membuat ia dihukum oleh pemerintah. Fakta tersebut menandakan bahwa paradigma adalah suatu hal yang kuat.
Perubahan paradigma dapat mengarahkan kita ke arah positif atau negatif. Seperti halnya jika kita memiliki paradigma bahwa yang menyebabkan kondisi saya seperti sekarang ini adalah orang tuaku yang tidak mendidikku dengan baik, atau yang menyebabkan kondisi kita seperti sekarang ini adalah karena pemerintah yang tidak bijaksana dalam menerapkan keputusan-keputusannya. Melalui paradigma tersebut, kita akan terus dirasuki dengan fikiran negatif, akan terus menyalahkan kondisi, menyalahkan apa yang ada di luar diri kita tanpa lupa untuk berbenah diri. Namun jika kita memiliki paradigma bahwa kita sendirilah yang harus bertanggung jawab terhadap fikiran dan perasaan kita, maka kita tidak akan menyalahkan apa yang berada di luar diri kita. Kita tidak akan menyalahkan kondisi. Kita akan bersikap proaktif bukan reaktif.
Perubahan paradigma dapat terjadi secara spontan atau bertahap. Sebagai contoh perubahan paradigma secara spontan adalah penerapan hukum Islam. Jika seseorang dipergok mencuri, maka tangannya akan dipotong, dan hal tersebut dipertontonkan di depan umum. Hal tersebut besar kemungkinan akan secara langsung (spontan) merubah paradigma si pelaku, dan juga orang-orang yang menyaksikan hukuman tersebut, bahwa mencuri itu tidak baik. Tapi hal tersebut tidak akan terjadi karena negara kita mengadopsi hukum dari Belanda, hukum penjara. Saya sendiri juga sepertinya memilih menjadi kura-kura yang bersembunyi di dalam tempurung (pura-pura tidak tau) terhadap hukum Islam ini. Saya sendiri juga mual jika melanjutkan tulisan ini membahas mengenai hukum Islam terhadap orang-orang yang berbuat kriminal. Oleh karena itu, mari kita ganti topik (lanjut).
Menggambarkan perubahan paradigma secara bertahap, terdapat sebuah istilah: kontinum kematangan. Kontinum kematangan, menggambarkan proses dari paradigma ketergantungan ke paradigma kemandirian lalu ke paradigma kesalingtergantungan. Pada awalnya, kita bergantung terhadap orang lain akan kehidupan kita. Masa itu adalah pada saat kita bayi. Tanpa orang tua, kita tidak akan bertahan lama untuk hidup. Seiring bertumbuhnya kita, secara psikologi, emosi dan fisik, kita mulai sadar bahwa kitalah yang harus bertanggung jawab atas fikiran dan perasaan kita, kita sendirilah yang harus bertanggungjawab atas kehidupan kita. Oleh karena itu, kita mulai untuk mencari nafkah sendiri, mencuci baju sendiri, memasak sendiri, dan semuanya serba sendiri. Setelah masa itu, kita bertumbuh dewasa, menjadi matang, mulai sadar akan hukum alam, hukum kausalitas. Hukum tersebut juga berlaku terhadap hubungan antar manusia. Jika kita bertindak sesuatu pasti akan menghasilkan dampak atau akibat terhadap orang lain. Kita mulai sadar, bahwa kita membutuhkan orang lain dan orang lain juga membutuhkan kita untuk saling bekerja sama, agar hasil yang kita peroleh dapat lebih maksimal dibandingkan jika kita sendiri.
Ada pepatah yang berbunyi: “Cara terbaik untuk belajar adalah mengajar”. Tulisan ini adalah berdasarkan pada hasil belajar penulis terhadap buku yang berjudul “The 7 Habits of Highly Effective People”, yang baru penulis baca sampai pada kebiasaan 1: Jadilah Proaktif. Oleh karena itu, tulisan ini merupakan proses pembelajaran penulis. Semoga tulisan ini bermanfaat.
่ฏใใงใ
BalasHapus